Berasal dari kota sejuk Wonosobo, Arief Witjaksono sudah merantau ke Semarang sejak SMA. Putra seorang dokter kabupaten ini melanjutkan pendidikan di Kolese Loyola dan jadi anak kos. Lulus SMA ia ikut Sipenmaru dan memilih Fakultas Kedokteran, Ekonomi, dan Hukum Universitas Diponegoro.
Alasannya mendaftar ke Undip lantaran itu PTN bagus, tapi biaya kuliahnya tidak mahal. Kala itu tahun 1991 uang kuliahnya sekitar 400an ribu rupiah per semester. Selain itu, ia telanjur kerasan di Semarang. Meski di SMA ia masuk jurusan IPA, Arief mengaku jiwanya sebetulnya condong ke sosial. Jadi, cocok ketika ia diterima di Fakultas Ekonomi. Ia lalu memilih jurusan manajemen.
Cukup banyak kenangannya di Undip. Salah satunya, ia kadang kuliah di luar kelas, karena daya tampung ruangan terbatas, sementara mahasiswanya banyak. Jika ia datang telat, otomatis tidak kebagian tempat, sehingga harus mengikuti perkuliahan dari luar ruangan. Pengalaman tak terlupakan juga ketika skripsi ia dibimbing Prof. Hartowo (salah satu pendiri FEB Undip).
Semasa kuliah Arief mengaku lebih banyak main, dan tidak berorganisasi. Tak jarang dia nongkrong di Simpang Lima bersama teman-teman SMA-nya yang juga kuliah di Semarang. Jika sedang jenuh, ia dan teman-teman bermotor ke Jogjakarta, kongkow di Malioboro beberapa saat, lalu balik lagi ke Semarang.
Lulus dari Undip tahun 1996 ia langsung melanjutkan S2 (Magister Manajemen) di UGM. Setelah menyandang gelar S2, tahun 1999 Arief bekerja di PT Askes (Persero) Semarang, di bagian pemasaran. Tahun 2001 ia dipromosikan menjadi kepala unit pemasaran di kantor cabang di Jogjakarta. Dua tahun kemudian ia pindah ke kantor pusat di Jakarta, menangani keuangan. “Saya langsung ngurusi investasi, jadi analis. Sejak itu karier saya di investasi terus, mulai sebagai Analyst Assistant Manager sampai menjadi General Manager,” kata pria kelahiran Wonosobo, 10 Mei 1972 ini. Sebelas tahun (2003-2014) Arief dipercaya menangani investasi di PT Askes maupun ketika Askes berubah menjadi BPJS Kesehatan di tahun 2014.
Tahun 2015 ia dimutasi ke Kalimantan sebagai Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Kalimantan. Setelah dua tahun ia kembali ke Jakarta, sempat ditempatkan sebagai Deputi Direksi Manajemen Sistem & Organisasi, dan Deputi Direksi Bidang Perencanaan dan Evaluasi Organisasi. Tahun 2019 ia kembali diminta menangani investasi dan menempati posisi Deputi Direksi Bidang Treasury dan Investasi. Tahun 2020 ada seleksi direksi dan ia mendaftarkan diri. “Alhamdulilah lanjut sampai sekarang,” ujarnya. Karena lolos menjadi direksi, pada 19 Februari 2021 Arief pensiun dini (48 tahun) sebagai pegawai. Tanggal 22 Februari 2021 Arief Witjaksono dilantik sebagai Direktur Keuangan & Investasi BPJS Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta.
Tugas mengelola badan hukum publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dengan aset besar, tentu tidak ringan. BPJS Kesehatan menghimpun dana iuran masyarakat sekitar 135 triliun per tahun. Salah satu lembaga pembayar terbesar ini sudah bekerja sama dengan 2370 rumah sakit dan 22.300 FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), seperti klinik dan dokter keluarga. Setiap bulan sekitar 8-9 triliun harus dibayarkan ke rumah sakit maupun FKTP, sesuai klaim yang masuk. “Kita memang lembaga keuangan, tapi ini penjamin pembiayaan. Kita mengelola uang masuk dan pada saat pembayaran harus tepat waktu dan tepat sasaran,” ungkapnya. Harapannya, pelayanan rumah sakit semakin baik, karena pembayaran dari BPJS tepat waktu.
Pada awal 2014 BPJS Kesehatan memiliki sekitar 140an juta peserta, dan sekarang mencapai 220 juta (82 persen dari jumlah penduduk Indonesia). Arief menegaskan bahwa esensi jaminan kesehatan adalah memastikan setiap warga negara terjamin kebutuhan dasar hidupnya secara layak, dalam kondisi sehat maupun sakit. Dulu banyak orang tidak punya akses ke rumah sakit, karena ada keharusan membayar uang muka. Dengan BPJS fenomena uang muka itu hilang. “Akses ke fasilitas kesehatan menjadi tanpa batas. Namun, kendalanya jumlah rumah sakit terbatas, sementara beban rumah sakit bertambah, jadi ada fenomena antri. Itu yang terus kita perbaiki,” ujar pemilik gelar Magister Humaniora ini.
Arief melihat saat ini generasi milenial lebih peduli terhadap kesehatan. Dalam lima sampai dengan 10 tahun ke depan, generasi milenial ini akan mulai mendominasi kepesertaan BPJS Kesehatan. Itu sebabnya BPJS pun merambah ke digitalisasi. “Jadi sekarang ada mobile JKN, pendaftaran bisa melalui WA yang lebih user friendly,” tutur pria yang gemar berburu kuliner khas daerah ini.
Sekian lama berkecimpung di bidang investasi yang berisiko tinggi, banyak pasang surut dialami Arief. Tetapi ia selalu mengedepankan integritas. “Bekerja di keuangan yang utama itu integritas, supaya kita gak ada kepentingan, gak ada tekanan, jadi fairness bisa kita jaga. Kalau kerjaan memang sport jantung,” ungkapnya.
Tugas baginya adalah amanah yang harus diterima dengan ikhlas, sekaligus dijaga dengan baik. Dia percaya bahwa di mana pun ditugaskan, selama yang dilakukan itu positif, pasti hal baik juga yang akan dipetik. “Simple saja. Saya gak terlalu kerja keras yang memakan banyak waktu, yang penting kerja smart untuk memastikan goal/target tercapai. Balance antara keluarga dan pekerjaan, karena kita bekerja kan untuk keluarga, “ ujar ayah dua putra ini. Saat bertugas di Kalimantan ia bahkan rela berpisah dengan keluarga yang tetap tinggal di Jakarta, karena anak-anak masih sekolah.
Untuk menjaga keseimbangan dalam hidup, Arief biasa mengisi waktu santai dengan membaca buku atau menonton film. Dia juga kerap mengajak isteri jalan-jalan, atau mengolah raga di atas mesin treadmill supaya tetap bugar.
Bagi almamaternya, Arief memiliki harapan Undip bisa terus maju dan mampu berkompetisi dengan banyak universitas lain. “Saya lihat skor Undip masih peringkat atas. Saya ikut bangga dan mendoakan supaya ini tetap dijaga,” katanya. Menurut pengamatannya, alumni Undip rata-rata punya reputasi baik di dunia kerja. BPJS Kesehatan memiliki program jemput bola ke kampus-kampus untuk mendapatkan bibit-bibit berkualitas. Tentu ada peluang BPJS melakukan program tersebut ke Undip guna membuka akses. “Tapi tetap fairness harus dijaga,” pungkasnya dengan tegas. @