Semasa SMA di Sumenep, Jawa Timur, Saleh sebetulnya sudah mengikuti bimbingan belajar di Malang. Namun, arus hidup membawanya berlabuh di Universitas Diponegoro, Semarang. Kebetulan waktu itu ia diterima lewat jalur PSSB (Penerimaan Seleksi Siswa Berpotensi) di Fakultas Teknik Undip. Karena sudah diterima di Undip, ia urung ikut UMPTN.
Masuk Undip tahun 1994, arek Madura ini baru lulus tahun 2001. Masa kuliah yang tergolong lama, tujuh tahun itu lantaran ia terlibat dalam gerakan reformasi. Saleh memang aktif berorganisasi. Ia pernah menjadi Ketua BPM FT, aktif di pers engineering FT, juga di UKM Pengembangan SDM.
Usai reformasi 1998, kegiatannya justru makin luas. Bersama sesama aktivis reformasi dari UNS dan Unsoed, ia membentuk tim penanggulangan kemiskinan. Tim ini bekerja sama dengan Pemprov Jateng, menggandeng Bank Jateng dan Yayasan Mandiri (dipimpin Prof. Haryono Suyono, mantan Menko Kesra) untuk pendanaan. Tim ini bahkan resmi mendapat SK Gubernur Jateng masa itu, Mardiyanto.
“Prof. Eko dari FT sebagai penasihat waktu itu. Kita coba bantu masyarakat yang secara ekonomi lagi down. Kita belajar dari kehidupan masyarakat yang memang susah pascareformasi. Jadi lulus agak terlambat,” ungkap alumnus angkatan ketiga Jurusan Perencanaan Wilayah Kota, FT Undip ini.
Sebagai mahasiswa teknik, Saleh juga sering harus lembur di studio. Dulu ia menggambar pakai cara manual, tidak seperti sekarang yang serba canggih dan sudah memakai IT. Meski serius belajar, ada kalanya ia juga santai nongkrong bersama teman-teman.
Ia sempat merasakan kampus di Hayam Wuruk sekitar tiga tahun, baru kemudian pindah ke Tembalang. “Waktu itu Tembalang masih sepi, angkutan hanya sampai maghrib. Apa-apa murah, tapi susah,” katanya mengenang. Supaya lebih mudah ke mana-mana ia memilih kos di daerah Ngesrep.
Selesai kuliah Saleh fokus berwirausaha di bidang pertambangan di Kendal, terutama di galian C yang meliputi pasir, batu, dan sejenisnya. Kegiatannya di organisasi tidak lepas, tapi malah kian intens. Ia aktif di Kosgoro, bahkan menjadi Ketua AMPI Jateng periode 2005-2010. Saat ini ia pun menjabat Ketua Umum Pengurus Provinsi Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI).
Melihat kompetensinya di bisnis tambang, Wisnu Suhardono (mantan Ketua Golkar Jateng) mengajaknya mengembangkan kawasan industri di Batang, juga kawasan energi terpadu terutama petrokimia dan kilang di Pemalang.
Aktivitas Saleh di kepengurusan harian Partai Golkar Jateng dimulai sejak tahun 2009 sebagai wakil sekretaris. Tahun 2015 ia menjadi bendahara umum yang kini masuk periode kedua. Pada pileg 2019 ia menjadi caleg di Dapil 13 (meliputi Batang, Kab. Pekalongan, Kota Pekalongan, dan Pemalang). Saleh terpilih hingga kini menjabat Ketua Komisi A DPRD Jateng.
Setelah aktif menjadi anggota legislatif Saleh mengundurkan diri sebagai direktur di kawasan industri, supaya tidak terjadi konflik kepentingan. “Yang penting minimal kita sudah merintis usaha yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Di Komisi A bidang tugasnya meliputi pemerintahan desa, politik pengembangan SDM ASN, pembinaan kepegawaian, dan biro umum. Terkait desa, saat ini ia fokus pada pemberdayaan melalui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Selama pandemi ini dalam penyaluran bantuan provinsi pihaknya melibatkan sekitar 900 BUMDes untuk belanja sembako. Cara ini memberi keuntungan bagi BUMDes yang terlibat. Selain itu DPRD juga menginisiasi Perda bantuan hukum bagi orang miskin. “Ini sudah hampir selesai dan kita bekerja sama dengan beberapa pengacara berbadan hukum di Jateng,” jelas peraih gelar master energi dari Fakultas Pascasarjana Undip ini.
Dalam menjalani karier maupun kehidupan Saleh mengaku cukup mengalir saja. Yang penting ia yakin pada usaha untuk mencapai cita-cita, karena hasil tidak akan mengingkari usaha. Ia mencontohkan ketika mengembangkan lahan di Batang dan Pemalang yang ia lihat memiliki potensi untuk dijadikan kawasan energi.
“Selama logika yang kita bangun benar dan bermanfaat untuk masyarakat, dengan pendekatan yang baik pasti pemerintah akan menyetujui, dan ini jadi program PSN (Proyek Strategis Nasional, red.),” tutur ayah tiga putri ini.
Dengan adanya kawasan industri, juga industri petrokimia dan kilang, ia berharap desa di sekitarnya lebih berdaya dan mandiri, sekaligus bisa mendukung substitusi impor bagi pemerintah. “Industri maju, masyarakat desa juga maju,” harapnya. @