Berbagai kecelakaan transportasi di laut sering dikaitkan dengan faktor human error sebagai faktor penyebabnya, ketidakcakapan kepelautannya akibat tidak mematuhi Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Selain humman error, hal yang tidak bisa dihindari penyebab lainnya yaitu faktor properti laut itu sendiri seperti gelombang besar saat cuaca buruk dan jarak pandang yang terbatas.

Fenomena lautan lainnya yang sering mencelakakan para pelaut adalah Internal Wave atau dikenal Gelombang Internal (GI). Karena dibawah permukaan yang seringkali menjadi salah satu penyebab kecelakaan di laut. Gelombang Internal ini agak unik, selain berada dibawah permukaan juga kemunculannya membutuhkan persyaratan properti lautan selain angin yaitu energi pasang surut dan punggung laut (sill). Magnitude GI menjadi meningkat beberapa kali jika berada pada celah laut sempit seperti halnya di selat. Istilah Internal Wave sering diganggu dengan sebutan Internal Tide yang sebenarnya fenomena yang sama namun penyebab kejadian yang dibangkitkan oleh sumber berbeda. Jika GI gaya pembangkitnya dapat disebabkan oleh angin dan pasang surut atau sendiri-sendiri, maka Internal Tide hanya dibangkitkan oleh gaya pasang surut saja.
Catatan statistik berbagai kecelakaan di laut, penyebabnya adalah kondisi kelaikan kapal dan cuaca yang buruk. Dua parameter penyebab ini sebenarnya dapat dibaca berdasarkan laporan kondisi kapal saat akan berlayar dan referensi laporan cuaca dari kantor meterologi maritim setempat yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya bahwa kecelakaan tersebut sebenarnya bisa dicegah atau diantisipasi sebelumnya. Bukankan prediksi cuaca saat ini sudah semakin baik realibilitinya?. Hal ini sangat sulit bagi kendaraan bawah permukaan seperti halnya kapal selam ketika harus berhadapan dengan fenomena lautan seperti GI yang belum banyak informasi diterima baik dari aspek saintifik maupun aspek paktisnya, gelombang laut dalam atau sering dikenal dengan Internal Wave, tidak kasat mata karena fenomena ini terjadi dibawah permukaan laut. Peta Laut yang menjadi panduan bernavigasi para pelaut pun belum mencantumkan posisi wilayah perairan laut mana saja sering terjadi kemunculan GI ini?.
Internal Wave
Pada kenyataannya gelombang tidak hanya terjadi di permukaan perairan saja, tetapi juga terjadi di kolom air bawah permukaan. Hal yang menjadi ciri khas dari sebuah perairan adalah sifat densitas air yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kolom air dibawah permukaan laut ini membentuk stratifikasi densitas seperti digambarkan sebuah rak (Gambar 1) Pada lapisan atas adalah kolom massa air yang densitasnya lebih rendah. Ini disebabkan oleh pengaruh suhu yang lebih hangat karena masih mendapat sinar matahari dan juga pengaruh air tawar yang berasal dari hujan dan kiriman dari air sungai di daratan. Lapisan ini sering disebut dengan lapisan homogen karena teraduk oleh angin di atas permukaan laut.. Di bawah lapisan homogen ini adalah lapisan dengan densitas massa aIr yang lebih padat/rapat akibat tekanan diatasnya dan suhu yang lebih dingin, juga salinitas yang lebih asin. Lapisan ini sering disebut dengan lapisan stabil, karena jaraknya yang jauh dari pengaruh atmosfir dimana angin dan pengenceran air tawar dari hujan dan sungai sudah tidak ada lagi. Diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan transisi yang disebut dengan lapisan Pycnocline, yaitu kolom air dimana terjadi peningkatan densitas secara mendadak seiring bertambahnya kedalaman. Lapisan inilah dimana umumnya Gelombang Internal ini terjadi. Salah satu sifat fisika lapisan ini adalah jika gelombang hadir di lapisan ini akan terjadinya kesetimbangan horizontal dimana gelombang yang terjadi akan mengembalikan partikel massa air yang lebih berat ke bawah kolom pycnocline dan mengembalikan massa air yang lebih ringan ke bagian atas pycnocline sebagaimana berlakunya hukum Archimedes. Oleh karenanya gelombang internal yang timbul di lapisan pycnocline ini frekuensi osilasi dan kecepatan propagasi melemah kira-kira 30-100 kali lebih kecil dibanding gelombang yang terjadi di permukaan.

Secara Hukum Fisika, densitas massa air laut di lautan tergantung pada suhu dan salinitas. Pada kolom air lapisan atas dekat permukaan, diisi oleh massa air dengan densitas lebih ringan, sementara pada kolom air yang lebih dalam sekitar 300–500 m suhunya hampir sama umumnya sekitar 4°C. Seperti diilustrasikan pada Gambar 2, lapisan homogen ini ketebalannya berkisar 0-50 m hingga 100 m, ketebalannya tergantung dari musim, ketika cuaca buruk dimana kerap terjadi badai maka lapisan homogen yang terbentuk ketebalannya akan mencapai maksimum.

Gelombang internal (GI) dengan amplitudo yang cukup besar, dapat terjadi hingga kedalaman 150 m, yaitu diantara kedua lapisan antara lapisan homogen dan lapisan pycnocline. Karena fenomenanya berada di bawah permukaan, fenomena ini seringkali luput dari pengamatan pelaut yang melintas diatasnya, apalagi jika lautan tidak tenang
Gelombang permukaan yang dibangkitkan angin kuat, dengan hitungan fisika dapat membangkitkan gelombang internal dengan kecepatan hingga 20 cm/s. Jika gelombang permukaan akan tampak di permukaan berupa riak-riak gelombang, maka gelombang internal (GI) akan terlihat lebih smooth (Gambar 3). Akibatnya, jika kita lihat dari atas, terjadi garis-garis yang membentang beberapa kilometer muncul di permukaan lautan, bergerak bersama gelombang internal yang menyebar di sebagian besar perairan. Garis-garis ini terlihat jelas dengan mata telanjang dan bahkan diamati dalam foto yang diperoleh dari satelit. Kehadiran gelombang internal ini akan jelas jika kita mengadakan investigasi dengan melihat profil menegak kondisi suhu, salinitas dan densitas. Salah satunya dilakukan oleh Harsono et al (2021) yang mengolah data dari penurunan alat yang disebut dengan CTD dengan teknik Yo-Yo (karena metode penurunannya menurunkan dan menaikkan secara berulang seperti halnya main Yo-Yo) di Laut Bali. Berdasarkan rekaman data tersebut, terdeteksi adanya Gelombang Internal yang diidentifikasikan kurva suhu, salinitas dan densitas yang fluktuasi berdasarkan waktu pengamatan (Gambar 5).



Gambar 5. Profil stratifikasi massa air Laut Bali berdasarkan pengukuran CTD Yo-Yo. Lapisan termoklin antara batas atas dan bawah berwarna abu-abu. Batas atas dan bawah yang membatasi lapisan homogen adalah garis hitam pekat dan titik hitam untuk nilai rata-rata. Garis putus-putus adalah untuk nilai yang berada pada batas lapisan, masing-masing untuk temperatur warna merah, salinitas warna hijau dan densitas warna biru (Harsono et al, 2021)
Sebagai pendekatan mengenal gelombang ini, mari kita simak Teori Soliton yang yang telah banyak dikonfirmasi para saintis dari berbagai pengamatan, percobaan laboratorium dan perhitungan numerik. Salah satu temuan penting dari penelitian tersebut adalah bahwa gelombang internal (GI) sebagai soliton dengan amplitudo besar di kedalaman laut menjadi mirip dengan parit yang disebut dengan tebing gelombang. Besarnya tebing gelombang ini sangat tergantung pada lokasi geografis, kedalaman laut, dan gaya pembangkit gelombang. Selain gaya pembangkit angin, adalah pembangkit yang disebabkan oleh gaya pasang surut setengah harian (semidiurnal, dalam sehari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut). Di beberapa wilayah lautan seperti Laut Andaman, Laut Sulu, Laut Cina Selatan, dan di berbagai lokasi di Indonesia gelombang internal dengan amplitudo besar muncul secara teratur, kira-kira setiap 12,5 jam, setelah air pasang. Umumnya pembangkitan besar muncul terutama ketika pasang surut maksimum dimana posisi bulan dan matahari berada dalam satu bidang garis lurus.


Pada Tabel 1, disajikan data parameter Internal Wave utama seperti amplitudo, kecepatan, ukuran dan durasi k, serta panjang front panjang yang sistematis di berbagai kedalaman laut. Seperti terlihat dalam Tabel ini, laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1.000 m, amplitudo soliton dapat mencapai 130 m, dan menurut beberapa data, bahkan 150 m. Lebar karakteristik soliton dapat dicapai 2.000 m, dan kecepatan propagasi 2,5–3 m/s (9–11 km/jam) dengan panjang depan hingga 350 km.



Untuk mengetahui karakteristik Gelombang Internal dapat diketahui dengan 2 (dua) cara yaitu dengan pengukuran langsung menggunakan peralatan akustik bawah air dan pengukuran tidak langsung menggunakan citra radar. Seperti umumnya gelombang lainnya, Gelombang Internal juga dikenali berdasarkan amplitudo, panjang gelombang dan fasanya. Pada kebanyakan penelitian GI adalah menggunakan pemanfaatan citra radar umumnya dengan alasan lebih hemat dan jangkauannya wilayahnya lebih luas sehingga dapat diketahui lokasi dimana GI dibangkitkan dan lokasi penyebarannya kemana saja. Hal ini tidak dapat diperoleh jika menggunakan peralatan akustik kelautan yang hanya memperoleh informasi di lokasi tempatt dimana penelitian dilakukan. Hanya saja dalam pengukuran langsung kita dapat memperoleh informasi besarnya amplitudo gelombang dan periode gelombangnya.
Karang, Chonnaniyah dan Osawa (2019) melakukan penelitian GI di Selat Lombok bagian utara hingga Laut Flore menggunakan Citra Landsat 8 yang mempunyai kemampuan citra radar dan optik. Dalam penelitiannya tersebut, selama periode Mei 2014 sampai Oktober 2015, mereka mengidentifikasi bahwa GI Selat Lombok dapat mencapai jauh hingga Kepulauan Kangean dan Laut Flores, mereka juga mengidentifikasi bahwa periode gelombang GI di Selat Lombok bagian utara adalah 12,4 jam yang merupakan komponen harmonik M2 yang bersifat tengah harian (semi diurnal) dan berasal dari pengaruh gaya tarik bulan dengan kecepatan gelombang 2,05 m/det.

Karang dan Nishio (2015) melakukan observasi keberadaan GI di Selat Lombok menggunakan Citra Advanced Land Observing Satellite Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar (ALOS PALSAR) yang dikombinasikan dengan Satellite Pour l’Observation de la Terre (SPOT). Penelitiannya menemukan adanya indikasi hubungan antara kemunculan GI dengan peristiwa pasang surut saat Spring Tide (air pasang saat bulan mati dan purnama). Berdasarkan hasil pengamatannya, Karang dan Nishio (2015) mencatat kejadian kemunculan GI yang dikenali dari citra dengan peristiwa sebelum dan sesudahnya Spring Tide.

Karang juga mencatat data klimatologi bulanan frekuensi kejadian GI selama tahun 1996-2011, dimana frekuensi tertinggi kemunculan GI terjadi selama musim timur yaitu Agustus-September-Oktober.

Sementara itu Susanto, Zheng dan Mitnik (2005) secara tak sengaja merekam kejadian kemunculan GI dengan menggunakan Single Beam Echosunder EK500 yang dioperasikan pada frekuensi 38 kHz pada saat Ekspedisi INSTANT tahun 2005. Hasil rekaman echogramnya menunjukkan bahwa tinggi amplitudo GI di Selat Lombok mencapai 150 meter, panjang gelombang 1.8 km dan kecepatan 1.5 km/det.

Pushidrosal dalam Ekspedisi Jala Citra ke-2 tahun 2022, dengan menggunakan metode yang sama juga merekam adanya fenomena GI yang tertangkap layar di echogram di utara Selat Ombai. Ketinggian gelombang tercatat mencapai 70 meter.

Sejak ditemukannya kapal selam, banyak kecelakaan yang berhubungan dengan gelombang internal samudra dengan apa yang disebut “tebing laut (sea cliff)”. Gelombang internal laut menyebabkan fluktuasi vertikal pada kolom air dengan kepadatan yang sama dari puluhan hingga ratusan meter. Jika kapal selam bernavigasi melewati gelombang internal ini, maka Gelombang Internal yang membawa air laut dengan densitas rendah ke kolom air yang lebih dalam. Ketika kapal selam berada di wilayah kolom air yang densitasnya lebih tinggi, akan mengalami perubahan densitas lingkungannya dari yang semula densitas tinggi tiba tiba berubah menjadi lingkungan dengan densitas yang rendah, akibatnya , daya apung kapal selam secara mendadak akan berkurang, perambatan gelombang internal pun menimbulkan gelombang kuat yang diinduksinya. Di bawah aksi kekuatan eksternal yang sangat besar, kapal selam sangat mudah kehilangan kendali dan jatuh di bawah kedalaman penyelaman maksimum yang aman, menyebabkan kecelakaan Dan efek gelombang internal ini akan akan semakin kuat pada kedalaman yang lebih besar, kapal selam pun seringkali tidak memiliki waktu untuk meresponsnya, menyebabkan kapal selam tenggelam bebas ke dasar laut.
Pada tahun 1937, Kapal selam Jerman tiba-tiba menghilang setelah meluncurkan sebuah torpedo dan jatuh ke tebing pemecah laut, yang hancur berkeping-keping. Pada 10 April 1963, kapal selam nuklir AS “thresher Shark” menghadapi gelombang internal samudra yang sangat kuat di Samudra Atlantik dan terseret ke kedalaman laut. Pada bulan Januari 1968, kapal selam Israel “Dakar” mengalami perubahan kedalaman yang tiba-tiba termoklin selama pelayarannya, yaitu yang disebut “tebing laut” dan tenggelam. Saat menghadapi ini situasi, satu-satunya jalan keluar bagi kapal selam adalah mengapung dalam keadaan darurat. Pada tahun 2014, Cina Kapal selam kilo kelas 372 Angkatan Laut menemukan “tebing laut” di Laut Cina Selatan, jatuh ke kedalaman laut dan terbawa air. Kapten dengan tegas memerintahkan drainase darurat dan maksimum kekuatan untuk mengapung. Akhirnya kapal selam 372 berhasil mengapung dan muncul ke permukaan dengan selamat.

Pertama. Mengembangkan Satelit Pemantau. Dalam analisis gelombang internal di laut, data berupa citra radar semuanya bersumber dari luar negeri sehingga kita mempunyai ketergantungan pada mereka. Iperlu dipahami juga bahwa keandalan data lingkungan bawah air membutuhkan asimilasi sebanyak pengamatan satelit sebanyak mungkin, dan ketika ada kebutuhan mendesak untuk meninvestigasinya kita tidak perlu terlalu lama menunggu kebaikan hati “si empunya satelit”.
Kedua, Menggambarkan Gelombang Internal kedalam Peta Laut Indonesia dan Mengembangkan Alat Deteksi Bawah Air Cerdas. Guna mengantisipasi kecelakaan yang disebabkan oleh bahaya laut ini, diperlukan panduan informasi akurat yang digambarkan dalam Peta Laut Indonesia tentang lokasi-lokasi dimana terjadi Gelombang Internal. Seperti halnya daftar pasang surut dalam buku-buku nautis yang telah diterbitkan oleh kantor hidrografi, data ins situ berupa kondisi real time Gelombang Internal dapat diperoleh dari observasi mooring buoy yang dideploy di wilayah terjadinya Gelombang Internal sehingga diperoleh informasi yang fleksibel, halus, dan real-time.
Ketiga, Meningkatkan Kemandirian dalam Prediksi Numerik Bawah Air. Saat ini, asimilasi data laut sangat bergantung pada data satelit asing dan model numerik asing. Hal ini rawan akan blokade teknologi oleh mereka, sehingga beberapa data dan model sulit diperoleh masa depan. Alasan ini, menjadikan kita harus mengembangkan berbagai model laut secara mandiri pada gelombang internal, pasang surut dan arus lautan yang diperoleh dari kemandirian teknologi kita sehingga dapat memenuhi kebutuhan kita sendiri, terutama model gelombang internal di lautan Indonesia.
Penulis :- Kolonel Laut (KH) Dr. Gentio Harsono ST MSi
- Staf Ahli A Bidang Wilayah Nasional Kelompok Staf Ahli Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL
- Alumni FPIK Prodi Ilmu dan Teknologi Kelautan (PS. ITK ) 1989
- Apel J., Ostrovsky L.A., Stepanyants Y.A., Lynch J.F. (2007) Internal solitons in the ocean and their effect on underwater sound. J. Acoust. Soc. Am., 2007, v. 121, n. 2, 695–722.
- Gerkema J.T.F. Zimmerman (2008) An introduction to internal waves. Lecture notes, Royal NIOZ, Texel, 2008
- Harsono Gentio, Budi Purwanto, Rudy A.G Gultom, Tunggul Puliwarna, Johar Setiyadi, Kentaro Ando, Mario Cobral (2021) Seawater Masses Characteristics of The Bali Sea Based on CTD Yo-Yo Casting. Indonesian Journal of Marine Sciences December 2021 Vol 26(4):282-297
- IGW Atlas, https://lmnad.nntu.ru/ru/igwatlas/
- Jackson C.R., Apel J.R.(2004) An Atlas of internal solitary-like waves and their properties, 2-nd edition, 2004. Diakses dari laman: https://www.internalwaveatlas.com/Atlas2_index.html pada 10 Agustus 2023
- Chen, S. L. Bao, H. Z. Wang, B. G. Jin, C. Z. Ba1, X. J. Kong and M. G. Li (2022) Analysis on Causes of the “4·21” Indonesian Submarine “Nanggala” Crash Based on Satellite Images. Journal of Physics: Conference Series 2486 (2023) 012014 . IOP Publishing doi:10.1088/1742-6596/2486/1/012014
- John Scott Russell and the solitary wave. https://www.macs.hw.ac.uk/~chris/scott_russell.html
- Karang IWG Astawa and Fumihiko Nishio (2015) The distribution of internal waves in the lombok strait area studied by multi-sensorsatellite images. https://repositori.unud.ac.id/
- Karang I WG Astawa, Chonaniyah, Takahiro Osawa (2019) Landsat 8 Observation of The Internal Solitary Wave in The Lombok Strait. Indonesian Journal of Geography. Vol. 51 No. 3 December 2019 (251-260)
- Tongxin Wang , Xiaodong Huang, Wei Zhao , Shihao Zheng , Yunchao Yang and Jiwei Tian (2021) Internal Solitary Wave Activities near the Indonesian Submarine Wreck Site Inferred from Satellite Images. J. Mar. Sci. Eng. 2022, 10, 197. https://doi.org/10.3390/jmse10020197
- Putra I Wayan Sumardana Eka, Agus S Atmadipoera, Henry M Manik, Gentio Harsono, Adi Purwandana (2023) Karakteristik dan Kuantifikasi Gelombang Internal Lautan Indonesia di Perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Proposal Penelitian Desertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor [Tidak dipublikasikan]
- Syamsudin F, Naokazu Taniguchi, Chuanzheng Zhang, Aruni Dinan Hanifa, Guangming Li, Minmo Chen, Hidemi Mutsuda, Ze‐Nan Zhu, Xiao‐Hua Zhu,Taira Nagai, and Arata Kanek (2019) Observing Internal Solitary Waves in the Lombok Strait by Coastal Acoustic Tomography. Geographycal Rsearch Letters. 46, 10,475–10,483. https://doi.org/10.1029/2019GL084595, 6 September 2019. Susanto RD, Leonid Mitnik, Quanan Zenk (2005) Ocean Internal Waves Observed In The Lombok Strait. Oceanography. Vol. 18 No. 4 (2005)
- Yury Stepanyants (2021) How internal waves could lead to wreck American and Indonesian submarines?. School of Sciences, University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia; Department of Applied Mathematics, NSTU n.a. R.E. Alekseev, Nizhny Novgorod, Russa. Diakses dari laman: https://www.researchgate.net/publication/353054738_How_internal_waves_could_lead_to_wreck_American_and_Indonesian_submarines. pada 10 Agustus 2023
Mau cari info dan artikel lainnya tentang kegiatan alumni UNDIP? klik disini
Mau cari rekan-rekan alumni di database alumni UNDIP? klik disini
Mau mendaftar di database alumni UNDIP? klik disini
Mau menghubungi atau mengirim informasi ke sekretariat IKA UNDIP? hubungi [email protected]