Akhir tahun 2022, publik dihebohkan dengan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022). Penerbitan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tersebut sontak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa keputusan Presiden akan pengesahan PERPPU Cipta Kerja terkesan tergesa-gesa.
Menanggapi hal itu, DPP IKA FH Undip berkolaborasi dengan Kolegium Jurist Institute menggelar diskusi bertajuk “Menakar Konstitusionalitas PERPPU Cipta Kerja”, Sabtu (7/1/2023). “Di acara ini kita bebas untuk mendebatkan secara teori hukum, intelektualitas, dan praktik hukum karena penting bagi kita semua untuk memastikan bahwa dilakukan pemerintah adalah benar secara teori, dogmatika, dan praktik hukum,” jelas Ketua Umum DPP IKA FH Undip, Ahmad Redi saat memberikan sambutan.
Dalam acara itu diundang beberapa narasumber, di antaranya Guru Besar FH Universitas Indonesia Prof. Satya Arinanto, Dosen FH Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Prof. Aidul Fitriciada Azhari, dan Dosen FH Universitas Muhammadiyah Jakarta Ibnu Sina Chandranegara.
Prof. Arinanto menyatakan bahwa pengesahan PERPPU Cipta Kerja memang diperbolehkan secara hukum sebagaimana yang diatur dalam UUD Pasal 22 tahun 1945. Pasal tersebut berbunyi “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut”.
Sementara itu Prof. Aidul Fitriciada menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai inkonsisten sejak awal bergaungnya UU Cipta Kerja di tahun 2020. “Intinya putusan MK itu inkonstitusional bersyarat selama 2 tahun, harus memperbaiki proses pembentukan UU dikarenakan landasan hukum metode Omnibus Law yang belum diatur dalam undang-undang. Tapi di sisi lain, MK justru menafsirkan partisipasi masyarakat sebagai partisipasi bermakna yang tidak ada dalam UU No 12 tahun 2011,” jelasnya.
Ibnu Sina Chandranegara menyampaikan paparan berjudul “PERPPU sebagai Tindak Lanjut Putusan Judicial Review?: Studi terhadap PERPPU Cipta Kerja” menyebutkan urgensi pelegalan PERPPU Cipta Kerja tidak hanya persoalan kenyataan hukum (legal circumstances). “Dasar pembenar PERPPU bukan hanya semata-mata karena hukum, tetapi karena politik dan ekonomi,” pungkasnya. (azza)